
WARNING!! Sejarah G30S: Latar Belakang, Teori Konspirasi, Kisah Letkol Untung, dan kesalahpahaman ideologi komunisme
artikel sejarah oleh: topik_rohim12
*pentingnya melihat bagian-bagian yang berpotensi disalahpahami dengan hati-hati, teks ini bisa lebih aman dipahami jika melihat dari sudut pandang netral dan hanya mengangap artikel ini adalah satu dari sekian teori yang ada. selamat membaca :)
Peristiwa G30S atau Gerakan 30 September adalah salah satu episode paling kontroversial dalam sejarah Indonesia. Banyak teori yang berkembang mengenai siapa dalang sebenarnya di balik peristiwa ini. Salah satu teori yang berkembang, terlepas dari teori-teori lainnya, menyebut bahwa G30S adalah hasil dari ketegangan antara Soekarno, militer, dan beberapa pihak lain, dengan Letkol Untung sebagai korban dari intrik politik yang lebih besar.
Awal Mula: Impian Soekarno tentang Indonesia Raya
Pada masa awal kemerdekaan, Soekarno memiliki visi besar untuk Indonesia yang mencakup seluruh wilayah Nusantara, termasuk Malaysia, Brunei, dan Papua. Gagasan ini muncul sejak rapat BPUPKI, namun impian ini mulai runtuh ketika Inggris mendukung pembentukan Federasi Malaysia pada awal 1960-an, yang terdiri dari Sabah, Sarawak, dan Semenanjung Malaya.
Soekarno melihat pembentukan Malaysia sebagai bentuk "Nekolim" (Neokolonialisme, Kolonialisme, dan Imperialisme). Ia beranggapan bahwa Inggris, bersama Australia dan Malaysia, sedang mencoba memecah belah kawasan Asia Tenggara dan menghambat pertumbuhan Indonesia sebagai kekuatan besar. Dalam salah satu pidatonya yang terkenal pada tahun 1963, Soekarno dengan tegas menyebut:
“Malaysia itu adalah boneka dari Nekolim. Itu adalah alat imperialis Inggris untuk memecah belah kita! Rakyat Indonesia tidak akan tinggal diam terhadap penjajahan gaya baru ini!”
Kemarahannya menyebabkan Soekarno membawa Indonesia ke kebijakan Konfrontasi terhadap Malaysia dan bahkan mengeluarkan Indonesia dari Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada tahun 1965. Ketegangan ini menciptakan kondisi politik dan militer yang semakin tidak stabil di dalam negeri.
Catatan Penting: Perspektif pada Pidato Soekarno
Pidato Soekarno di atas mencerminkan suasana politik pada saat itu, di mana beliau merasa bahwa kekuatan-kekuatan kolonial masih berupaya untuk mengontrol negara-negara di Asia Tenggara. Namun, penting untuk diingat bahwa dalam konteks sejarah, penggunaan istilah seperti "Nekolim" adalah cara Soekarno mengungkapkan retorika anti-imperialisnya. Interpretasi atas pidato ini harus dilihat dalam konteks politik zamannya, bukan sebagai justifikasi untuk pandangan ekstrim terhadap negara-negara yang disebut dalam pidato tersebut. Pidato ini, meskipun keras, adalah bagian dari strategi diplomatik dan politik Soekarno yang pada saat itu ingin menonjolkan kemandirian Indonesia.
Ketegangan Antara Soekarno, PKI, dan Angkatan Darat
Kedekatan Soekarno dengan Partai Komunis Indonesia (PKI) mulai menimbulkan ketegangan dengan Angkatan Darat (AD). Banyak perwira Angkatan Darat merasa terancam dengan kekuatan politik PKI yang semakin menguat. Jenderal Ahmad Yani, seorang perwira Angkatan Darat yang dikenal loyal kepada Soekarno, berusaha menjaga hubungan baik antara Soekarno dan AD, tetapi kekhawatiran terhadap PKI tidak dapat diabaikan.
Spekulasi mulai muncul ketika Soekarno menerima usulan dari Zhou Enlai, Perdana Menteri Tiongkok, untuk membentuk Angkatan Kelima, yaitu mempersenjatai rakyat sipil, terutama buruh dan tani yang sebagian besar berafiliasi dengan PKI. "Dalam spekulasi ini," Zhou Enlai bahkan menawarkan pengiriman ribuan senjata Chung kepada kelompok rakyat tersebut, tanpa syarat. Hal ini memperkuat dugaan bahwa rakyat sipil yang dipersenjatai oleh Soekarno sebenarnya adalah pendukung PKI.
"Jika ini benar," Angkatan Darat semakin khawatir akan potensi kudeta yang dilakukan oleh PKI, terutama jika PKI mulai memiliki kekuatan militer sendiri. Angkatan Darat, yang sudah merasa terpinggirkan, memutuskan untuk membentuk Dewan Jenderal, kelompok rahasia yang dikatakan berencana menggulingkan Soekarno.
Letkol Untung dan Peran G30S
Letkol Untung Syamsuri, yang pada saat itu adalah Komandan Batalyon Cakrabirawa, pengawal presiden, terlibat dalam gerakan ini. "Menurut spekulasi tertentu," Untung berada di posisi yang rumit: di satu sisi, ia adalah perwira Angkatan Darat, tetapi di sisi lain, ia juga terhubung dengan PKI dan memiliki hubungan dekat dengan Soekarno. Ketika Soekarno mendengar rumor tentang adanya Dewan Jenderal yang berencana menggulingkannya, dalam salah satu versi teori, Soekarno memerintahkan Untung untuk menggagalkan upaya tersebut.
Inilah yang akhirnya memicu G30S, gerakan yang diklaim Untung bertujuan untuk menghentikan kudeta Dewan Jenderal. Pada pagi hari 1 Oktober 1965, Untung menyampaikan siaran radio yang menyatakan bahwa gerakan tersebut adalah upaya untuk menyelamatkan Presiden Soekarno dari kudeta militer:
"Kami, Gerakan 30 September, telah berhasil menggagalkan rencana jahat Dewan Jenderal yang hendak melakukan kudeta terhadap Bung Karno, pemimpin besar revolusi."
Namun, gerakan ini segera dilawan oleh militer yang dipimpin oleh Mayor Jenderal Soeharto, yang dengan cepat menguasai situasi. Untung menjadi target utama dan diburu oleh militer.
Penjelasan Tentang Spekulasi Dewan Jenderal
Dewan Jenderal adalah salah satu elemen yang sering muncul dalam narasi teori G30S. Namun, penting untuk ditekankan bahwa keberadaan Dewan Jenderal ini masih diperdebatkan hingga kini. Ada banyak pihak yang menyatakan bahwa Dewan Jenderal hanyalah sebuah fiksi politik untuk memberikan alasan bagi tindakan Untung dan pihak-pihak terkait dalam G30S. Oleh karena itu, spekulasi mengenai Dewan Jenderal ini harus dipahami sebagai bagian dari salah satu teori, bukan fakta yang mapan dan disepakati oleh semua pihak.
Nasib Tragis Letkol Untung
Setelah G30S gagal, Untung berusaha kabur dari Jakarta dan menuju Brebes, namun, ia tertidur di Tegal. "Dalam versi lain," saat berada di Tegal, Untung dicurigai sebagai pencuri oleh warga setempat. Ia akhirnya ditangkap dan dieksekusi atas perannya dalam G30S.
Nasib Letkol Untung dalam teori ini sangat tragis. Spekulasi menyebutkan bahwa ia hanya berusaha melaksanakan perintah Soekarno untuk menggagalkan kudeta Dewan Jenderal, tetapi justru dianggap sebagai pengkhianat oleh pemerintah yang baru, yang dipimpin oleh Soeharto. Jasa-jasanya dalam melindungi Soekarno terlupakan, dan ia dihapus dari narasi resmi sejarah Indonesia.
Letkol Untung, dalam teori ini, adalah sosok yang malang dalam sebuah permainan kekuasaan yang jauh lebih besar dari dirinya. Kisahnya memberikan perspektif lain terhadap peristiwa G30S, yang biasanya hanya disajikan dalam bentuk hitam putih. Namun, perlu diingat bahwa teori ini hanyalah satu dari banyak teori lain yang beredar, dan sejarah G30S masih terus menjadi subjek penelitian dan diskusi yang rumit.
Klarifikasi: "Dihapus dari Sejarah"
Istilah "dihapus dari sejarah" sering muncul dalam teori konspirasi terkait G30S. Namun, penting untuk dipahami bahwa istilah ini lebih mengacu pada penyederhanaan narasi sejarah yang berkembang selama era Orde Baru, di mana banyak aspek dari peristiwa G30S disajikan dalam bentuk yang sesuai dengan kebutuhan politik penguasa saat itu. Tidak berarti bahwa tokoh seperti Letkol Untung benar-benar hilang dari sejarah, tetapi lebih kepada bagaimana narasi resmi pemerintah mengatur cerita untuk mengedepankan pihak-pihak tertentu. Dalam konteks modern, sejarawan dan peneliti terus berusaha memperluas pemahaman kita tentang peristiwa ini, termasuk peran dan nasib Letkol Untung.
Teori Konspirasi di Balik G30S
Peristiwa G30S hingga kini masih menyisakan banyak misteri. Berikut beberapa teori yang sering dibahas:
-
Teori Kudeta Militer
"Spekulasi ini menyebutkan" bahwa G30S adalah bagian dari rencana kudeta militer untuk menggulingkan Soekarno, dan Untung mencoba menggagalkannya. Namun, teori ini diperdebatkan karena tidak ada bukti kuat yang mendukungnya. -
Teori PKI dan Soekarno
Menurut teori lain, PKI dan Soekarno mungkin berkolaborasi untuk memperkuat kekuasaan mereka. Dalam versi ini, G30S adalah upaya untuk menyingkirkan kekuatan militer yang berpotensi menggulingkan Soekarno. -
Teori Chaos Politik
"Teori ini menekankan" bahwa G30S adalah hasil dari ketidakstabilan politik di Indonesia. Tidak ada satu pihak yang sepenuhnya mengendalikan peristiwa tersebut, melainkan intrik dari banyak aktor politik yang akhirnya menyebabkan krisis ini.Kesalahpahaman Tentang Ideologi Komunis
Salah satu kesalahpahaman yang sering terjadi di masyarakat Indonesia adalah mengidentikkan ideologi komunisme dengan ateisme. Padahal, komunisme sebagai ideologi lebih berfokus pada penghapusan ketidakadilan sosial dan ketimpangan ekonomi melalui kontrol negara atas alat produksi, bukan tentang keyakinan agama.
Karl Marx, salah satu tokoh utama yang merumuskan komunisme, pernah menyatakan bahwa “agama adalah candu rakyat”. Ungkapan ini sering disalahartikan sebagai sikap anti-agama atau seolah-olah komunisme menolak keberadaan agama. Padahal, yang dimaksud Marx dengan “opium” (candu) pada masa itu adalah sesuatu yang digunakan sebagai penenang bagi orang yang menderita. Marx mengkritik bagaimana agama kadang digunakan oleh para penguasa untuk meredam ketidakpuasan rakyat terhadap ketidakadilan sosial yang mereka alami, bukan untuk menyerang agama itu sendiri. Jadi, pandangan ini lebih merupakan kritik sosial ketimbang pernyataan anti-agama.
Selain itu, meskipun beberapa negara komunis seperti Uni Soviet dan Tiongkok menerapkan kebijakan yang membatasi peran agama, ini bukan berarti komunisme secara inheren menolak agama. Banyak tokoh komunis yang tetap menjalankan keyakinan agama mereka, dan bahkan beberapa varian komunisme mengakui peran penting agama dalam kehidupan sosial masyarakat.
Komunisme dan Islam
Menariknya, dalam agama Islam sendiri, terdapat beberapa konsep yang sejalan dengan prinsip-prinsip komunisme, terutama terkait keadilan sosial. Sebagai contoh, zakat dalam Islam adalah mekanisme redistribusi kekayaan yang bertujuan untuk mengurangi kesenjangan antara yang kaya dan yang miskin, mirip dengan gagasan yang diusung oleh komunisme tentang kepemilikan bersama dan pemerataan kekayaan.
Di Indonesia, gagasan keadilan sosial juga tercermin dalam Sila ke-5 Pancasila: "Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia". Prinsip ini serupa dengan ide dasar dalam komunisme tentang pentingnya distribusi kekayaan yang adil. Namun, penting untuk dicatat bahwa ideologi komunisme sebagai sistem ekonomi-politik tidak bisa disamakan secara langsung dengan ajaran agama Islam. Ideologi adalah produk manusia, yang dirancang untuk mengatur kehidupan duniawi, sementara agama menawarkan panduan spiritual yang lebih luas dan mendalam.
Penutup Reflektif
Pandangan bahwa komunisme adalah anti-agama, khususnya Islam, merupakan salah satu warisan narasi yang dikembangkan selama Orde Baru. Komunisme digambarkan sebagai ancaman terhadap nilai-nilai agama dan budaya Indonesia, meskipun kenyataannya lebih kompleks. Komunisme, seperti kapitalisme atau ideologi lainnya, adalah sebuah gagasan yang bertujuan untuk mengatasi masalah ketimpangan sosial dan ekonomi, bukan semata-mata perdebatan tentang keyakinan spiritual.
Sebagai penutup, penting untuk dipahami bahwa baik komunisme maupun ideologi lainnya adalah alat manusia untuk mencapai tujuan tertentu. Komunisme bukanlah paham yang sepenuhnya baik atau buruk, melainkan salah satu alternatif dalam usaha manusia menciptakan keadilan sosial. Oleh karena itu, memahami komunisme dengan perspektif yang lebih luas dan historis akan membantu masyarakat melihat bahwa ideologi ini, seperti semua ideologi lainnya, tidak harus dipahami secara hitam putih.
Namun, kita juga tidak boleh menutup mata terhadap tragedi pembersihan komunis yang terjadi setelah peristiwa G30S. Ratusan ribu, bahkan mungkin jutaan nyawa melayang dalam proses pembantaian tersebut, termasuk mereka yang tidak bersalah, hanya karena mereka dicurigai memiliki afiliasi dengan PKI. Sejarah Indonesia sering kali menekankan pada tragedi di tanggal 30 September, di mana jumlah korban tewas memang signifikan. Namun, jika kita melihat dari sudut pandang kemanusiaan, korban yang jatuh setelah peristiwa itu jauh lebih besar.
Orang-orang yang tidak memiliki keterlibatan politik pun ikut terseret dalam pembersihan massal ini. Proses ini melibatkan pemutihan ideologi dalam tubuh masyarakat Indonesia dan menimbulkan trauma mendalam bagi keluarga-keluarga yang menjadi korban. Tindakan kekerasan yang dilakukan dengan dalih memerangi komunisme tidak hanya merenggut nyawa, tetapi juga menghapus hak asasi manusia bagi banyak orang yang terlibat, baik secara langsung maupun tidak langsung.
Pada akhirnya, tragedi ini adalah salah satu noda dalam sejarah Indonesia yang masih jarang dibicarakan secara terbuka. Meskipun perdebatan tentang ideologi dan politik penting, kita tidak boleh melupakan aspek kemanusiaan. Pembunuhan massal yang terjadi setelah G30S adalah contoh tragis dari bagaimana ideologi dapat memicu kekerasan yang membabi buta, merenggut nyawa tanpa melihat apakah seseorang benar-benar bersalah atau tidak.
Dengan demikian, ketika kita membahas sejarah dan ideologi seperti komunisme, kita harus selalu menekankan pada nilai-nilai kemanusiaan. Sejarah bukan hanya soal siapa yang benar atau salah dalam hal ideologi, tetapi juga tentang bagaimana kita memperlakukan sesama manusia di tengah perbedaan. Pelajaran dari sejarah ini mengingatkan kita untuk lebih berhati-hati dalam menggunakan kekerasan sebagai solusi atas perbedaan pandangan politik.
*pentingnya melihat bagian-bagian yang berpotensi disalahpahami dengan hati-hati, teks ini bisa lebih aman dipahami jika melihat dari sudut pandang netral dan hanya mengangap artikel ini adalah satu dari sekian teori yang ada. terimakasih sudah membaca :)
Komentari Tulisan Ini
Pimpinan Pesantren Katulistiwa

Muhamad Ali. S.H.I., M.H.I.
السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكاَتُهُ بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْمِ الْحَمْدُ لِلّهِ رَبِّ اْلعَالَمِيْنَ وَالْعَاقِبَةُ لِلْمُتَّقِيْنَ فَلاَ عُدْوَانَ إِلاَّ عَلَى…